Jumat, 31 Oktober 2014

Manajemen Perubahan



A. Pengertian Manajemen Perubahan
Wibowo, Prof.Dr.SE  “Manajemen perubahan yaitu suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, saran dan sumber daya yang diperlukan untuk memengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses tersebut”.
Kotter,J “Change management is an approach to transitioning individuals, teams, and organizations to a desired future state”. Manajemen perubahan alah sebuah pendekatan untuk transisi individu, tim, dan organisasi untuk keadaan masa depan yang diinginkan.
Dari definisi para ahli diatas saya dapat menarik kesimpulan, manajemen perubahan adalah perubahan yang mempengaruhi kualitas kerja sebuah organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dimasa depan.
B. Mahzab Perubahan
Mahzab perubahan adalah isitilah dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkret maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mahzab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya, sedangkan perubahan adalah hal (keadaan) berubah; beralih; atau pertukaran. Jadi mahzab perubahan adalah jalan atau cara peralihan dari waktu ke waktu. Dalam hal ini kita membahas mengenai manajemen perubahan, dn mahzab dari manajemen perubahan adalah sebagai berikut :
·         Manajemen Tradisional
                  Manajemen tradisional adalah manajemen yang pada mulanya berkembang secara alamiah yang berorientasi fisik. Siapa yang berkuasa dialah yang menjadi pemimpin atau manajer. Manajemen ini berperinsip pada garis keturunan.
Adapun ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja
2. Manajer mengalami kesulitan-kesulitan dan frustasi karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola perilaku yang rasional.
3. Karyawan bertanggung jawab atas perkerjaan tertentu yang berulang-ulang.

·         Manajemen Klasik
Manajemen klasik timbul dari kebutuhan akan pedoman untuk mengelola organisasi yang kompleks, misalnya sebuah pabrik. Manajemen itu tidak dilahirkan, tetapi dapat diajarkan, asalkan prinsip-prinsip yang ada mendasari dan teori umum manajemen dapat diterapkan. Menurut Fayol (Robbins and Coulter, 1999) manajemen adalah sebuah kegiatan umum dari semua usaha manusia dalam bisnis, pemerintahan, dan rumah tangga. Ia mengungkapkan ada 14 prinsip manajemen yang merupakan kebenaran universal yang merupakan prinsip umum manajemen, yaitu :
1.       Pembagian Kerja
2.       Otoritas
3.       Tata Tertib
4.       Kesatuan Komando
5.       Kesatuan Arah
6.       Subrodinasi kepentingan-kepentingan individu terhadap kepentingan umum
7.       Balas jasa
8.       Sentralisasi
9.       Hierarki
10.   Tatanan
11.   Kesamaan
12.   Kemantapan para karyawan dalam pekerjaan
13.   Inisiatif
14.   Semangat
Para ahli teori manajemen klasik dibatasi oleh pengetahuan pada zamannya, namun banyak dari teori klasik itu tetap bertahan sampai sekarang. Manajemen klasik masih diterima sampai sekarang karena membuat pemisahankerja.

·         Manajemen Hubungan Manusiawi
Teori hubungan manusia adalah teori yang menggambarkan cara-cara bagaimana manajer berhubungan dengan bawahannya. Aliran ini muncul karena manajer mendapati bahwa pendekatan klasik tidak dapat dicapai dengan keserasian sempurna. Masih terdapat kesulitan dimana bawahan tidak selalu mengikuti pola tingkah laku rasional dan dapat diduga. Perlu ada upaya untuk mengingatkan hubungan antarmanusia agar organisasi lebih efektif. Aliran ini untuk memperkuat aliran klasik, yaitu dengan menambahkan wawasan social dan psikologi.
Kalau “manajemen manusia” mendorong kerja yang lebih baik dan lebih keras, itu berarti hubungan antarmanusia dalam organisasi itu baik. Hawtorn studies mengatakan yang penting diperhatikan untuk meningkatkan produktifitas adalah factor perilaku manusia dan social. Pekerja akan bekerja lebih keras kalau mereka yakin bahwa supervisor member perhatian kepada mereka. Menurut Hugo Munstenberg, produktifitas dapat ditingkatkan denga 3 jalan yaitu :
1.       Menemukan orang yang terbaik
2.       Menciptakan kondisi psikologis dan pekerjaan yang terbaik
3.       Menggunakan pengaruh psikologis untuk mendorong karyawan
·         Manajemen Modern
Manajemen modern adalah perluasan dari manajemen ilmiah. Manajemen modern mulai berkembang sejak tahun 1940an dan banyak menggunakan manajemen sains atau manajemen operasi sebagai pendekatan ilmu manajemen yang banyak menggunakan ilmu matematika, dan fisika untuk memecahkan masalah operasional. Tujuan dari manajemen sains adalah untuk memberikan landasan kuantitatif dalam pengambilan keputusan (Gibson, Donelly. Ivancevich 1996) .
Dalam manajemen modern, konsep manajemen dibagi menjadi :
1.       Manajemen berdasarkan hasil
2.       Manajemen berdasarkan tanggungjawab social
3.       Manajemen berdasarkan sasaran
4.       Manajemen berdasarkan pengcualian
5.       Manajemen terapan

C. Teori dan Model Perubahan
Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsurunsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis. Adapun teori-teori yang menjelaskan mengenai perubahan sosial adalah sebagai berikut :
1.    Teori Evolusi
Teori ini pada dasarnya berpijak pada perubahan yang       memerlukan proses yang cukup panjang. Dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mencapai perubahan yang diinginkan. Ada bermacam-macam teori tentang evolusi. Teori tersebut digolongkan ke dalam beberapa kategori, yaitu unilinear theories of evolution, universal theories of evolution, dan multilined theories of evolution.
Ø  Unilinear Theories of Evolution
Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat termasuk kebudayaannya akan mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan akhirnya sempurna. Pelopor teori ini antara lain Auguste Comte dan Herbert Spencer.
Ø  Universal Theories of Evolution
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Menurut Herbert Spencer, prinsip teori ini adalah bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen menjadi kelompok yang heterogen.
Ø  Multilined Theories of Evolution
Teori ini lebih menekankan pada penelitian terhadap tahaptahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan penelitian tentang perubahan sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke sistem pertanian menetap dengan menggunakan pemupukan dan pengairan.
 Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, ada beberapa kelemahan dari Teori Evolusi yang perlu mendapat perhatian, di antaranya adalah sebagai berikut.
a.       Data yang menunjang penentuan tahapan-tahapan dalam masyarakat menjadi sebuah rangkaian tahapan seringkali tidak cermat.
b.      Urut-urutan dalam tahap-tahap perkembangan tidak sepenuhnya tegas, karena ada beberapa kelompok masyarakat yang mampu melampaui tahapan tertentu dan langsung menuju pada tahap berikutnya, dengan kata lain melompati suatu tahapan. Sebaliknya, ada kelompok masyarakat yang justru berjalan mundur, tidak maju seperti yang diinginkan oleh teori ini.
c.       Pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial akan berakhir pada puncaknya, ketika masyarakat telah mencapai kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Pandangan seperti ini perlu ditinjau ulang, karena apabila perubahan memang merupakan sesuatu yang konstan, ini berarti bahwa setiap urutan tahapan perubahan akan mencapai titik akhir.
Padahal perubahan merupakan sesuatu yang bersifat terus menerus sepanjang manusia melakukan interaksi dan sosialisasi.

2. Teori Konflik ( Conflict Theory )
Menurut pandangan teori ini, pertentangan atau konflik bermula dari pertikaian kelas antara kelompok yang menguasai modal atau pemerintahan dengan kelompok yang tertindas secara materiil, sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini memiliki prinsip bahwa konflik sosial dan perubahan sosial selalu melekat pada struktur masyarakat.
Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah konflik sosial, bukan perubahan sosial. Karena perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut. Karena konflik berlangsung terus-menerus, maka perubahan juga akan mengikutinya. Dua tokoh yang pemikirannya menjadi pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl Marx dan Ralf Dahrendorf.
Secara lebih rinci, pandangan Teori Konflik lebih menitikberatkan pada hal berikut ini.
a.       Setiap masyarakat terus-menerus berubah.
b.      Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan masyarakat.
c.       Setiap masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.
d.      Kestabilan sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan yang satu oleh golongan yang lainnya.
3. Teori Fungsionalis ( Functionalist Theory )
Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya). Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini, beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial atau cultural lag .
Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini adalah William Ogburn.
Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.
a.       Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.
b.      Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c.       Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
d.      Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di kalangan anggota kelompok masyarakat.

4. Teori Siklis ( Cyclical Theory )
Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap masyarakat terdapat perputaran atau siklus yang harus diikutinya. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau kehidupan sosial merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.
Sementara itu, beberapa bentuk Teori Siklis adalah sebagai berikut.
a. Teori Oswald Spengler (1880-1936)
Menurut teori ini, pertumbuhan manusia mengalami empat tahapan, yaitu anak-anak, remaja, dewasa, dan tua. Pentahapan tersebut oleh Spengler digunakan untuk menjelaskan perkembangan masyarakat, bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses siklus ini memakan waktu sekitar seribu tahun.
b. Teori Pitirim A. Sorokin (1889-1968)
Sorokin berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem kebudayaan ini adalah kebudayaan ideasional, idealistis, dan sensasi.
1)      Kebudayaan ideasional, yaitu kebudayaan yang didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan terhadap kekuatan supranatural.
2)      Kebudayaan idealistis, yaitu kebudayaan di mana kepercayaan terhadap unsur adikodrati (supranatural) dan rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung dalam menciptakan masyarakat ideal.
3)      Kebudayaan sensasi, yaitu kebudayaan di mana sensasi merupakan tolok ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.
c. Teori Arnold Toynbee (1889-1975)
Toynbee menilai bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan akhirnya kematian. Beberapa peradaban besar menurut Toynbee telah mengalami kepunahan kecuali peradaban Barat, yang dewasa ini beralih menuju ke tahap kepunahannya.
D. Model  Perubahan
o  Model Perubahan Lewin
Kurt Lewin (1951) mengembangkan model perubahan terencana yang disebut force field model yang menekankan kekuatan penekanan.Model ini dibagi dalam 3 tahap,yang mengambil inisiatif,mengelola dan menstabilkan proses perubahan,yaitu : unfreezing,changing,atau moving dan refreezing.
·         Pencarian (unfreezing)
Pencarian merupakan tahap pertama yang focus pada penciptaan motivasi untuk berubah. Individu didorong untuk membantu perilaku dan sikap lama yang diinginkan organisasi.
·         Changing atau Moving
Changing atau moving merupakan tahap pembelajaran dimana karyawandiberi informasi baru, model perilaku baru atau cara baru dalam melihat sesuatu. Tujuannya adalah membantu karyawan dalam mempelajari konsep atau titik pandang baru.
·         Pembekuan kembali (Refreezing)
Refreezing merupakan tahap dimana perubahan yang terjadi distabilkan dengan membantu karyawan mengintergrasikan perilaku dan sikap yang telah berubah ke dalam cara yang normal untuk melakukan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan member karyawan kesempatan untuk menunjukkan perilaku dan sikap baru.

o   Model Perubahan Tyagi
Tyagi (2001) beranggapan bahwa model Lewin tersebut tidak lengkap karena tidak menyangkut beberapa masalah penting. Proses perubahan tidak hanya menyangkut perilaku SDM. Beberapa komponen system dalam proses perubahan dimulai dengan :
Ø  Adanya kekuasaan untuk melakukan perubahan
Ø  Mengnal dan mengdefinisikan masalah
Ø  Proses penyelesaian masalah
Ø  Mengimplementasikan perubahan dan
Ø  Mengukur, mengevaluasi, dan mengontrol hasilnya

o   Model Perubahan Kreitner dan Kinicki
Pendekatan system Kreitner dan Kinicki merupakan kerangka kerja perubahan organisasional yang terdiri dari tiga komponen, yaitu :

·         Input
Merupakan masukan dan sebagai pendorong bagi terjadinya proses perubahan semua organisasional harus konsisten dengan visi dan misi. Didalamnya terkandung unsure masukan internal dan eksternal yang keduanya memiliki kekuatan, kelemahan, dan tantangan.
·         Target elements of change
Mencermikan elemen didalam organisasi yang dilakukan dalam proses perubahan. Sasaran perubahan diarahkan pada pengaturan organisasi, penetapan tujuan, factor social, metode, design kerja dan teknologi.
·         Outputs
Merupakan hasil akhir yang diinginkan dari suatu perubahan.Hasil perubahan  dapat diukur pada beberapa  tujuan  baik pada tingkat organisasional,tingkat kelompok maupun tingkat individual

o   Model Perubahan Burnes
Burnes (2000) mengemukakan tiga macam model perubahan organisasional,yang dikelompokkan berdasarkan frekuensi dan besaran perubahan,yaitu:

·         The increamental model of change
Model ini berpandangan bahwa perubahan merupkan suatu proses yang berlangsung secara bertahap. Perubahan dapat terjadi secara bergantian pada masing-masing bagian dalam organisasi secara terpisah.
·         The punctuated equilibirium model
Model keseimbangan terpotong terjadi bila aktivitas sehingga disebut periode equilibirium.
·         The continuous transformation model
Model transformasi berkelanjutan merupakan model perubahan yang bertujuan untuk menjaga organisasi agar tetap survive dengan mengembangkan kemampuan untuk mengubah dirinya secara berkelanjutan.

E. Pentingnya Manusia dalam Organisasi
Pimpinan organisasi yang baik adalah apabila memiliki kemampuan memandang ke depan dan mempersiapkan diri untuk meraihnya. Salah satu cara yang penting adalah melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jenis dan bentuk tugas setiap anggota organisasi itu. Pendidikan berorientasi kepada pembentukan dan kemahiran berkeja. Manusia dalam organisasi memiliki peranan sangat penting karena kemajuan atau kemunduran suatu organisasi sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas dan moralitas manusia dalam organisasi. Kualitas manusia menentukan mutu luaran organisasi tersebut. Kuantitas manusia menentukan kecukupan tenaga kerja yang dibutuhkan. Apabila dalam suatu organisasi manusianya tidak memiliki moralitas, ini merupakan wabah peyakit yang dapat menyerang organisasi dan akan menyebabkan organisasi tersebut sakit atau bahkan mati. Pernan manusia sebagai jiwa organisasi karena menentukan bubar tidaknya, bersekutu tidaknya manusia itu dalam melakukan kegiatan untuk kepentingan bersama. Manusia sebagai jasad organisasi, karena kuat dan lemahnya suatu organisasi ditentukan oleh manusia itu sendiri.
Roh atau jiwa maupun jasad organisasi merupakan bagian yang sangat penting untuk menentukan panjang atau pendeknya umur suatu organisasi. Sangat logis apabila dikatakan bahwa sepanjang jiwa dan dan jasad sehat sepanjang itu pula organisasi akan sehat dan kuat. Tetapi apabila jiwa atau roh dan jasad itu lemah maka sepanjang itu pula organisasi itu sakit atau lemah, apabila tidak mendapat terapi secara tepat maka tidak tertutup kemungkinan organisasi tersebut akan mati.

F. Perubahan Lingkungan dalam Organisasi
     Perubahan-perubahan dalam lingkungan organisasi dapat berwujud perkembangan teknologi, perubahan kondisi ekonomi dan politik, perubahan kualitas dan sikap anggota, semakin pentingnya tanggung jawab sosial organisasi, dan lain sebagainya. Pengelolaan perubahan secara efektif tidak hanya diperlukan bagi kelangsungan hidup organisasi tetapi juga sebagai tantangan pengembangan. Faktor-faktor yang menimbulkan atau menyebabkan perubahan, berasal baik dari luar maupun dalam organisasi. Berbagai faktor dalam lingkungan eksternal yang menentukan kemampuan organisasi untuk menarik sumber daya : sumber daya manusia, dan bahan baku yang dibutuhkan atau untuk memproduksi dan memasarkan barang-barang atau jasa-jasanya, menjadi salah satu kelompok kekuatan penyebab perubahan. Berbagai faktor dalam lingkungan internal yang memengaruhi cara organisasi melaksanakan kegiatan-kegiatannya, juga merupakan kelompok kekuatan lain yang menyebabkan timbulnya perubahan.

 G. Karakteristik dan Ciri perubahan

  • Memiliki pemikiran yang inovatif.
  • Selalu mencari hal-hal baru dan menantang.
  • Memiliki perasaan yang selalu ingin melihat organisasinya berkembang.
  • Pandai berorganisasi 

Koordinasi



Koordinasi
A. Definisi para ahli
B. Macam-macam koordinasi
C. Prinsip-prinsip koordinasi
D.   Jenis koordinasi

A.   Pengertian Koordinasi
Menurut Ndraha, T. (2003) Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in rank or order, of the same rank or order, not subordinate) untuk saling memberi informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu.
         Koordinasi menurut Awaluddin Djamin dalam Hasibuan (2011:86) diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi. Dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kordinasi adalah proses kesepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur (yang terlihat dalam proses) pemerintahan yang berbeda-beda pada dimensi waktu, tempat, komponen, fungsi dan kepentingan antar pemerintah yang diperintah, sehingga disatu sisi semua kegiatan dikedua belah pihak terarah pada tujuan pemerintahan yang ditetapkan bersama dan disisi lain keberhasilan pihak yang satu tidak dirusak keberhasilan pihak yang lain.
B. Macam-Macam Koordinasi
Koordinasi dapat dibedakan menjadi :
1.  Koordinasi hierarkis (vertikal), yang dilakukan oleh pejabat pimpinan dalam suatu instasi terhadap pejabat atau instansi dibawahnya.
2.  Koordinasi fungsional, yang dilakukan oleh pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas-asas fungsional. Koordinasi ini dapat dibedakan atas koordinasi fungsional horizontal, diagonal, dan teritorial.
a.    Koordinasi fungsional horizontal dilakukan oleh seorang atau suatu instansi lain yang setingkat. Koordinasi fungsional horizontal dilakukan oleh pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi bukan bawahannya.
b.    Koordinasi fungsional teritorial dilakukan oleh seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang berada didalam suatu wilayah tertentu dimana semua urusan yang ada dalam wilayah tersebut menjadi tanggung jawabnya.
C. Prinsip-Prinsip Koordinasi
Prinsip koordinasi disingkat menjadi KOORDINASI.
1.    Kesamaan
Sama dalam visi, misi, dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama (sense of purpose).
2.    Orientasikan
Titik pusatnya pada sekolah (sebagai kordinator) yang simpul-simpulnya stakeholder sekolah.
3.    Organisasikan
Atur orang-orang yang berkoordinasi untuk membina sekolah, yaitu harus berada dalam satu payung (terorganisasi) sehingga sikap egosektoral dapat dihindari.
4.    Rumuskan
Menyatakan secara jelas wewenang, tanggung jawab, dan tugas masing-masing agar tidak tumpang-tindih.
5.    Diskusikan
Mencari cara yang efektif, efesien, dan komunikatif dalam berkoordinasi.
6.    Informasikan
Semua hasil diskusi dan keputusan mengalir cepat kesemua pihak yang ada dalam sistem jaringan koordinasi (coordination network system).

7.    Negosiasikan
Dalam perundingan mencari kesepakatan harus saling menghormati (team spirit) dan usahakan menang-menang, jangan sampai pihak sekolah sebagai koordinator justru dirugikan.
8.    Atur jadwal
Rencana koordinasi harus dipatuhi dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak.
9.    Solusikan
Satu masalah dalam simpul jaringan harus dirasakan dan dipecahkan semua stakeholders dengan sebaik-baiknya.
10. Insafkan
Setiap stakeholders harus memiliki laporan tertulis yang lengkap dan siap menginformasikannya sesuai kebutuhan koordinasi.
D. Jenis-Jenis Koordinasi
            Ada beberapa jenis koordinasi, yaitu sebgaai berikut :
1.    Koordinasi Vertikal
Koordinasi vertikal ialah koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada atasannya dan kepada bawahannya. Misalnya, koordinasi Kepala Sekolah dengan Kepala Dinas Pendidikan dan atau bawahannya.
2.    Koordinasi Fungsional
Koordinasi Fungsional ialah koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan Kepala Sekolah lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas fungsionalisasi.
Koordinasi Fungsional dibedakan atas :
a.  Koordinasi fungsional horizontal, koordinasi ini dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan Kepala Sekolah lainnya yang setingkat. Misalnya, Kepala SMPN1 dengan Kepala SMPN2.
b.  Koordinasi fungsional diagonal, koordinasi ini dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan Kepala Sekolah lain yang lebih rendah atau lebih tinggi tingkatannya. Misalnya, Kepala SMPN1 dengan Kepala SDN57 atau dengan staffnya.
c.  Koordinasi fungsional teritorial, koordinasi ini dilakukan Kepala Sekolah dengan pejabat atau Kepala Sekolah lain yang berada dalam wilayah tertentu dimana semua urusan yang ada dalam wilayah tersebut menjadi kewenangan dan tanggung jawab Kepala Sekolah bersangkutan selaku penguasa atau penanggung jawab tunggal. Misalnya, Kepala SMP  Percobaa dengan Kepaa-Kepala SMP Target di Kabupaten X.
3.    Koordinasi Institusional
Koordinasi ini dilakukan Kepala Sekolah dengan beberapa instansi yang menangani sat urusan tertentu yang bersangkutan. Misalnya, untuk urusan kepegawaian, Kepala Sekolah melakukan koordinasi dengan Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Kepala Badan Diklat Daerah.